Pengertian Pembelajaran: Teori-teori belajar dan Pembelajaran

Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

Pengertian Pembelajaran Teori belajar dan Pembelajaran

Teori-teori Belajar dan Pembelajaran
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respon pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik yang menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.

Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.

Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya.

Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus- responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang diinginkan. Pendidikan behaviorisme merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan dasar dan dasar-dasar pemahaman dalam semua bidang subjek dan manajemen kelas. Ada ahli yang menyebutkan bahwa teori belajar behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.

Ciri dari teori behaviorisme adalah mengutamakan unsur- unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.

Dalam hal konsep pembelajaran, proses cenderung pasif berkenaan dengan teori behavioris. Pelajar menggunakan tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami materi dan material sering terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Little tanggung jawab ditempatkan pada pembelajar mengenai pendidikannya sendiri.

2. Teori Humanistik
Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku balajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatannya.

Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Selain teori belajar behavioristik dan toeri kognitif, teori belajar humanistik juga penting untik dipahami. Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian kajian psikologi belajar.

Teori humanistik sangat mementingkan yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya. Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel.

Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan asmilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si pelajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori humanstik berpendapat bahwa belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Pemahamanan terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori humanistik dapat memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia.

Hal ini menjadikan teori humanistik bersifat elektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa setiap pendirian atau pendekatan belajar tertentu, akan ada kebaikan dan ada pula kelemahannya. Dalam arti ini elektisisme bukanlah suatu sistem dengan membiarkan unsur-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori humanistik akan memanfaatkan teori-teori apapun, asal tujuannya tercapai, yatu memanusiakan manusia. Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli di dalam menyusun teorinya hanya terpaku pada aspek tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya.

Dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu setiap ahli melakukan penelitiannya dari sudut pandangnya masing- masing dan menganggap bahwa keterangannya tentang bagaimana manusia itu belajar adalah sebagai keterangan yang paling memadai. Maka akan terdapat berbagai teori tentang belajar sesuai dengan pandangan masong-masing. Dari penalaran di atas ternyata bahwa perbedaan antara pandangan yang satu dengan pandangan yang lain sering kali hanya timbul karena perbedaan sudut pandangan semata, atau kadang-kadang hanya perbedaan aksentuasi. Jadi keterangan atau pandangan yang berbeda-beda itu hanyalah keterangan mengenai hal yang satu dan sama dipandang dari sudut yang berlainan. Dengan demikian teori humanistik dengan pandangannya dengan pandangannya elektik yaitu dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar dengan tujuan untuk memanusiakan manusia bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan.

Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya adalah Kolb yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”, honey dan Mumford dengan pembagian tentang macam- macam siswa, Hubemas dengan “Tiga macam tipe belajar”, serta Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom”.

3. Teori Belajar Konstrustivisme
Kontruktivisme berasal dari kata kontruksi yang berarti “membangun”. Ketika masuk ke dalam kontek filsafat pendidikan maka kontruksi itu diartikan dengan upaya dalam membangun susunan kehidupan yang berbudaya maju. Gagasan tentang teori ini sebenarnya buhkan hal baru, karena segala hal yang dilalui di kehidupan merupakan himpunan dan hasil binaan dari pengalaman yang menyebabkan pengetahuan muncul dalam diri seseorang.
Teori kontruktivisme mendefinisikan belajar sebagai aktivitas yang benar-benar aktif, dimana peserta didik membangun sendiri pengetahuannya, mencari makna sendiri, mencari tahu tentang yang dipelajarinya dan menyimpulkan konsep dan ide baru dengan pengetahuan yang sudah ada dalam dirinya.

Beberapa karakteristik dan juga merupakan prinsip dasar teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
  1. Mengembangkan strategi untuk mendapatkan dan menganalisis informasi.
  2. Pengetahuan terbentuk bukan hanya dari satu prespektif, tapi dari perspektif jamak (multiple perspective).
  3. Peran peserta didik utama dalam proses pembelajaran, baik dalam mengatur atau mengendalikan proses berpikirnya sendiri maupun untuk ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
  4. Scaffolding digunakan dalam proses pembelajaran. Scaffolding merupakan proses memberikan tuntunan atau bimbingan kepada peserta didik untuk dikembangkan sendiri.
  5. Pendidik berperan sebagai fasilitator, tutor dan mentor untuk mendukung dan membimbing belajar peserta didiknya.
  6. Pentingnya evaluasi proses dan hasil belajar yang otentik
Adapun yang menjadi tokoh-tokoh dari teori Konstruktivesme adalah;

1. Driver dan Bell
Mereka berdua berpendapat bahwa karakteristik teori belajar Konstruktivisme adalah sebagai berkut:
  • Peserta didik dipandang sebagai pasif, tetapi memiliki tujuan;
  • Keterlibatan peserta didik seoptimal mungkin dalam pembelajaran;
  • Pengetahuan tidak datang dari luar tetapi dikonstruksi oleh peserta didiknya sendiri;
  • Pembelajaran bukan berupa transfer pengetahuan, tetapi melibatkan pengendalian dan rekaya kondisi dan situasi kelas;
  • Kurikulum bukanlah sekadar dipelajari, melainkan seperangkat sumber yang harus dikembangkan;
2. J. Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis, menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi yang baru. Sedangkan akomodasi adalah sesuatu yang disediakan untuk kebutuhan penyusunan stuktur informasi yang lama maupun informasi baru, baik tempat maupun kebutuhan lain.
Ada 3 (Tiga) hal pokok yang berkaitan antara tahap perkembangan intelektual dengan tahap perkembangan konstruktivisme mental (kognitif), yaitu sebagai berikut:
  • Intelektual berkembang melalui tahapan yang beruntun dengan urutan yang selalu sama.
  • Perkembangan intelektual dianggap sebagai suatu cluster yang bisa dikelompokkan berpatokan pada operasi mental;
  • Tahap-tahap perkembangan ini dilengkapi oleh keseimbangan (equilibrium), proses perkembangan antar pengalaman yang terinteraksi (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
3. Vigotsky
Vigotsky memahami bahwa belajar dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial. Proses belajar seseorang dengan discovery lebih mudah apabila dalam konteks sosial budaya. Inti kognitivisme-nya Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dengan eksternal yang terjadi pada lingkungan sosial.

4. Tasker
Teori belajar kontruktivisme Tasker menekankan bahwa ada tiga hal yang harus ada dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
  • Peran aktif peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
  • Kaitan antar ide-ide baru sangat penting dalam pengkonstuksian
  • Mengaitkan antara informasi yang baru diterima dengan gagasan-gagasan yang dikembangkan
5. Wheatley
Wheatley mendukung teori belajar kontruktivisme dengan mengajukan 2 (Dua) prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
  • Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif tetapi secara aktif oleh struktur koqnitif peserta didik;
  • Kognisi berfungsi adaptif dan membantu pengorganisasian pengalaman nyata untuk dikembangkan dalam proses belajar.
6. Hanbury
Hanbury mengemukakan beberapa aspek berlandaskan teori belajar konstruktivisme ini yang sebagai berikut:
  • Belajar melalui pengkonstruksian informasi dan ide yang dimiliki;
  • Pembelajaran menjadi bermakna apabila peserta didik mengerti;
  • Strategi peserta didik lebih bernilai;
  • Peserta didik berkesempatan untuk diskusi dengan sesamanya;
Pada bagian ini akan kita dibahas proses belajar dari pandangan teori belajar konstruktivisme dari aspek-aspek peserta didik, peran guru, sarana belajar dan evaluasi belajar. Proses belajar konstuktivistik berupa “…Constructing and restructuring of knowledge and skills within the individual in a complex network of increasing conceptual consistently”. Membangun  dan  merestrukturisasi  pengetahuan  dan keterampilan individu dalam lingkungan sosial dalam upaya peningkatan konseptual secara konsisten.

Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan peserta didik dalam memproses gagasannya bukan semata-mata olahan peserta didik dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai ijazah dan sebagainya.

Penerapan teori belajar Konstruktivisme sering digunaka pada model pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) seperti pembelajaran menemukan (discovery learning) dan pembelajaran berbasis masalah (problem- based learning). Pengembangan dari teori ini mulai memberikan dampak terhadap Peserta didik, peserta didik harus aktif melakukan kegiatan aktif berpikir menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang pelajari. Guru memang menjadi andil dalam memprakarsai penataan lingkungan dan memberi peluang belajar yang optimal. Tetapi pada akhirnya peserta didiklah yang menentukan sendiri terwujudnya belajar yang sepenuhnya itu.

Paradigma konstruktivistik memandang peserta didik sebagai pribadi yang memiliki kemampuan awal sebagai modal dasar sebelum belajar dalam mengkonstuksi pengetahuan yang baru, oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.

Guru membantu peserta didiknya agar proses pengkonstuksian pengetahuan berjalan lanjar. Guru tidak mentransfer pengetahuan melainkan membantu peserta didiknya untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru harus bisa memahami cara pandang belajar peserta didiknya. Kunci peranan guru dalam proses belajar adalah pengendalian yang meliputi sebagai berikut;
  • Menumbuhkan kemampuan peserta didik dalam mengambil keputusan dan bertindak.
  • Menumbuhkan kemandirian peserta didik dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
  • Mendukung dan memberikan kemudahan belajar agar peserta didik mempunyai peluang yang optimal.
Segala sesuatu seperti, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan pengetahuan. Yang dipahami dalam teori belajar konstruktivisme bahwa pembentukan pengetahuan itulah yang menjadi inti dalam teori belajar ini. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya dengan cara demikian peserta didik akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri memecahkan masalah yang dihadapinya mandiri kritis kreatif dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional.

Dari awal sampai akhir dalam prosesnya pembelajaran menurut teori belajar konstruktivisme ini akan ada beberapa hal, mulai dari sarana, kemampuan awal peserta didik, guru dan hasil belajar peserta didik. Sejauhmana pembelajaran berlangsung menimbulkan pemikiran untuk mengevaluasi, terutama evaluasi belajar peserta didik. Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik dapat diarahkan pada tugas-tugas mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi Merrill atau strategi “prinsip” pada Gagne serta “sintesis” pada Taksonomi Bloom. Juga mengkonstruksikan pengalaman peserta didik dan mengarahkannya pada konteks yang luas dengan berbagai sudut pandang.

Kesimpulan
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Teori-teori belaja meliputi: teori behaviorisme, teori humanistik, teori konstrustivisme. Tokoh-tokoh mengenai teroi konstuktivesme yaitu driver dan bell, J. Piaget, Vigotsky, Tasker, Wheatley, Hanbury.

Posting Komentar untuk "Pengertian Pembelajaran: Teori-teori belajar dan Pembelajaran"